Setelah menyelesaikan masa cuti kampanye selama dua bulan, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi kembali fokus pada penyelesaian masalah banjir dan genangan di Kota Pahlawan. Menjelang hujan, Eri rutin berkeliling memantau kondisi rumah pompa dan saluran air, serta berkoordinasi dengan muspika di seluruh Surabaya.
Hingga tahun 2024, masih ada sekitar 200 titik genangan yang menjadi prioritas utama penanganan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
“Saat ini, insyaallah tinggal 200 titik genangan di 800 wilayah Surabaya. Kami terus benahi masalah ini secara bertahap,” kata Eri Cahyadi beberapa waktu lalu.
Menurut Eri, perbedaan antara banjir dan genangan seringkali tidak dipahami dengan baik oleh warga. Banjir terjadi jika air bertahan selama satu hari, sedangkan genangan hanya berlangsung 15-20 menit sebelum surut.
Genangan ini sering terjadi akibat saluran air yang tidak berfungsi dengan baik. "Penyebab lain adalah tingginya elevasi permukaan air laut dibandingkan dengan daratan, yang membuat air hujan sulit langsung mengalir ke laut," tambahnya.

Eri juga menyebutkan bahwa berkurangnya lahan kosong untuk resapan air menjadi penyebab genangan di banyak kawasan. Dulu, banyak lahan lapang yang berfungsi sebagai penampung air hujan, namun kini banyak yang telah dibangun menjadi perumahan.
“Setiap kawasan perumahan seharusnya menyediakan lahan untuk resapan air, seperti bozem, agar daya tampung air tetap terjaga,” paparnya.
Untuk tahun 2024, Pemkot Surabaya terus melanjutkan berbagai upaya penanganan banjir. Proyek-proyek tersebut meliputi pembangunan rumah pompa, bozem, pelebaran saluran, dan peningkatan konektivitas saluran air di perkampungan.
Beberapa wilayah yang menjadi fokus utama, antara lain Dukuh Kupang, Jalan Tengger Raya, Wisma Tengger, dan Pakal, yang sering kali terdampak banjir. Eri Cahyadi menargetkan proyek-proyek ini selesai pada Desember 2024.
“Alhamdulillah, wilayah tersebut kini sudah normal, dan kami terus pantau agar tidak ada genangan saat hujan deras,” ungkapnya.

Di wilayah Tengger Raya, meskipun genangan sudah tidak terjadi, Pemkot tetap melakukan perbaikan, termasuk meratakan jalan dan menghilangkan cekungan yang berpotensi menampung air. “Meskipun tidak ada genangan di Tengger Raya, kami tetap meningkatkan elevasi jalan untuk mencegah cekungan menjadi kantong air,” katanya.
Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Surabaya, Syamsul Hariadi, menjelaskan bahwa penanganan banjir di Surabaya dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif.
Di antaranya menahan air di hulu, mengelola aliran di tengah, dan mempercepat pengalirannya di hilir. “Untuk mempercepat aliran air, kami menggunakan pompa air dengan kapasitas mulai dari 1 hingga 5 meter kubik per detik,” kata Syamsul.
Pada tahun 2024, Pemkot Surabaya mengalokasikan dana sebesar Rp 776,46 miliar untuk penanganan banjir. Sebagian besar dana, sekitar Rp 350 miliar, dialokasikan untuk penanganan banjir di Surabaya Barat, yang saat ini menjadi fokus utama pembangunan infrastruktur.
“Untuk proyek seperti box culvert di Surabaya Barat, dana yang dibutuhkan bisa mencapai Rp 300 hingga Rp350 miliar,” tutup Syamsul.